29 Februari 2012

Peristiwa Kedukaan

Berita Dukacita:
Telah berpulang kepada Bapa di Sorga bla..bla..bla....

Kurang lebih demikian redaksi yang kita terima jika ada yang memberitahukan mengenai kepergian seseorang.

Pada kisaran umur saya saat ini, sudah semakin banyak saya menerima berita yang seperti itu. Berita mengenai kepergian orang-tua dari kerabat, teman, atau kepergian dari teman saya sendiri pun. Belum terhitung kepergian dari anggota keluarga besar saya. Saya bersyukur pada Tuhan, bahwa setelah tahun 1980 saya kehilangan kakak laki-laki saya, sampai saat ini Tuhan masih mengijinkan saya tetap dikelilingi oleh keluarga saya.


Pada bulan September 2007 saya mengalami 'kehilangan'. Seorang yang sudah seperti kakak laki-laki bagi saya, meninggal setelah +/- empat tahun saya tidak bertemu dengannya, dikarenakan dia sering tidak berada diJakarta. Saat itu saya merasakan kehilangan yang sangat mendalam. Sepanjang malam sejak saya dihubungi mengabarkan bahwa dia sakit dan agak parah, saya sudah mendapat perasaan tidak enak dan menaikkan doa pada Tuhan, memohon agar diberi kesempatan bertemu dengannya lagi, sambil terus menangis. Namun saat keesokan harinya saya tiba di daerah Bekasi, di kediaman adiknya, ternyata dia telah 'berangkat' sekitar tiga puluh menit sebelumnya.

Dalam masa perkabungan saat itu saya belajar dua hal. Yang pertama, sebagai keluarga yang ditinggalkan biasanya otomatis akan mengucapkan 'terima kasih' kepada yang datang melayat; namun mungkin tidak menyadari bahwa si pelayat itu merasakan kehilangan yang sama mendalamnya atau bahkan lebih besar dari dirinya sendiri. Karena pada saat itu, saya yakin bahwa kehilangan yang saya rasakan lebih besar daripada yang dirasakan oleh adik iparnya, yang bulak-balik berucap 'terima kasih' ke orang-orang dan saya sendiri.
Hal yang kedua, saat kita datang sebagai pelayat pada suasana berkabung, sering orang mengucapkan kalimat penghiburan "... ini yang terbaik untuknya; ini jalan Tuhan.." Jujur, saat itu saat saya mendengar beberapa orang mengucapkan hal itu, reaksi saya dalam hati "Bullshit!! BASI!!!"

Setiap kita menyadari bahwa kelahiran, kematian dan segala apa yang kita alami di dunia ini adalah terjadi seturut perkenanan Tuhan. Dan Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi setiap umatNya. Dalam suasana berkabung itu pun saya yakin bahwa keluarga (dan saya sendiri saat itu, yang hitungannya sebetulnya bukan keluarga, hanya sahabat keluarga yang sudah lama lost contact) telah memahami hal itu, dan sudah mengerti. Namun yang ditangisi adalah KEHILANGAN ORANG YANG DISAYANGI!! Kenyataan bahwa setelah lewat hari pemakaman ia sudah tidak ada lagi bersama kita; tidak akan kita dengar lagi suaranya; hal-hal demikian yang membuat orang menangis dalam masa perkabungan. Karena toh kita meyakini bahwa setiap kita yang meninggalkan dunia ini dan kembali kepada debu, saat nya nanti akan dimuliakan oleh Allah untuk bersama-sama denganNya masuk dalam Kerajaan Kekal.


Pada akhir bulan November lalu, saya dan banyak orang di sekitar saya mendapat berita duka mengenai kepulangan kembali seorang tokoh musik yang banyak dicintai dan dipanuti komunitas kami. Saya tidak dapat berkata-kata saat mendengar berita itu di siang hari saat waktu makan siang. Dan selama beberapa hari, hati saya diliputi rasa duka dan kehilangan yang mendalam. Saya banyak menyanyikan lagu yang diciptakan beliau. Terutama satu lagu yang sangat-sangat menguatkan di saat sulit, dan kebetulan juga merupakan lagu 'kesayangan' anak saya. Sekalipun beliau bukan keluarga saya, namun beliau juga adalah salah satu 'guru' saya.
Selang tiga hari setelah pemakaman tokoh musik ini, kembali keluarga kami mendapat berita duka mendadak mengenai saudara ipar yang mengalami kecelakaan pagi itu.


Dua peristiwa ini kembali mengingatkan saya mengenai how fragile life is. Detik pada saat Tuhan memutuskan merupakan akhir hidup, maka saat itupun terjadi, tanpa menunggu hal-hal yang masih harus kita selesaikan, tugas pelayanan yang harus kita jalani hari itu, pernyataan yang ingin kita sampaikan kepada orang tertentu sore itu; pokoknya, that's it! End!

Hal ini mengajarkan saya untuk kembali lebih menghargai hidup. Menikmati setiap waktu dalam hari yang saya jalani, dan lebih sering menepis rasa BT yang sering terpancing saat mengalami situasi-situasi sulit. Karena saya tidak tahu kapan saatnya (walaupun jika boleh meminta saya ingin diijinkan dapat melihat anak saya tumbuh dewasa) saya harus 'berangkat'.

Enjoy your day, livefully, so you will never regret for the things you haven't done. 
God bless...