Makin
banyak hal yang bisa dipelajari sejalan dengan pertambahan umur. Belum lama ini
saya kembali mendapat pelajaran dari pengalaman pribadi yang saya
dapatkan ketika sedang menjalankan tugas pada penyelenggaraan Company Expo,
bulan December lalu. Dan saya menganggap ini sebagai pengalaman yang berharga
untuk saya.
Berbeda dengan pelaksanaan sebelumnya, pada Expo kali ini saya dan teman-teman
satu divisi mendapat tugas sebagai Stock Data Officer, dimana para sales sebelum
menjual product wajib terlebih dulu menanyakan keberadaan stock pada kami.
Sesuai dengan tugas harian saya yang menangani model besar dan kecil, maka
setiap aktifitas penjualan pada Expo tersebut, saya banyak kali disibukkan
dengan harus memeriksa jumlah stock yang kami miliki di gudang maupun yang saat
itu berada di venue, sehingga siap untuk dijual dan dibawa oleh customer. Hal
itu mengharuskan saya berlari bulak-balik selama event untuk mengecek ke
penyimpanan product; terutama model kecil, yang memang kebanyakan dibeli oleh
customer dan tentunya ingin langsung dibawa pulang.
Sore menjelang malam pada pelaksanaan hari terakhir, ketika itu saya baru
kembali dari mencari salah satu sales untuk mengkonfirmasi sesuatu hal. Saat
mendekati meja tugas saya, saya melihat seorang Bapak yang sedang mengeluarkan salah
satu model kecil dari bungkusnya. Seorang rekan yang menangani delivery
menginformasikan bahwa Bapak tersebut ingin mencoba barang yang baru dibelinya
itu. Dalam kelelahan karena baru saja tiba dari tempat display, saya
mempersilahkan Bapak itu –tetap dengan nada suara yang ramah- untuk menuju ke
booth dan mencoba di sana. Tanpa disangka, bapak itu merespon pernyataan saya
dengan nada tinggi, “Jadi saya harus jalan sendiri kesana?!! Terus ini siapa
yang bawain?!” Terus terang saat itu saya kaget sekali, sehingga untuk sesaat
saya tidak bisa berpikir untuk menjawab apa. Akhirnya saya mengambil barang yang
sedang dipegangnya, kemudian mengajak bapak itu berjalan bersama menuju booth.
Masih belum puas ngomel rupanya, kali ini bapak itu mempersoalkan siapa yang
akan menjaga box pembungkus model yang dibelinya itu. Saya sarankan untuk
ditinggal saja, karena pastinya rekan-rekan yang lain akan membantu menjaga
sampai nanti bapak itu kembali. Setelah membujuk beberapa saat –karena awalnya
dia berkeras tidak yakin kalau box pembungkusnya akan aman jika ditinggal-
akhirnya dia setuju untuk berjalan bersama saya menuju booth.
Sepanjang perjalanan menuju booth, bapak itu terus menunjukkan kekesalannya
dengan mengeluh mengenai pelayanan di EXPO ini. Sejujurnya pada awalnya dalam
hati saya merutuk, “Apa tampang gue masih
kurang kucel yah, untuk loe tahu kalau gw nih capek banget? Penting banget
kayanya ngomel-ngomel ke gue?!” Tapi kemudian saya mencoba memposisikan
diri sebagai customer, dimana saya berpikir mungkin saya pun akan merasa kesal
sama seperti bapak itu jika mengalami hal yang sama dengan yang dialaminya.
Hari pertama dia membeli produk, setelah selesai membayar baru dia tahu kalau
barangnya sedang tidak ready stock di venue, hingga oleh sales dia diminta untuk
kembali lagi mengambil barangnya hari ini. Dan setelah dia datang mengambil,
tidak ada satupun yang melayani dia, sehingga dia harus mengurus segala
sesuatunya sendiri. Akhirnya sambil berusaha untuk tetap sabar, saya mencoba
menanggapi untuk menetralisir emosinya. Saya jelaskan bahwa produk yang
dimaksud memang baru datang lagi dari gudang besar kami siang itu, setelah
stock yang kemarin ada habis terjual. Dan mengenai tidak ada yang melayani,
karena memang kami sudah ada pembagian, dan kebetulan saya yang seharusnya
menangani bagian produk tersebut (walaupun sebenarnya urusan saya adalah hanya
dengan sales, bukan customer langsung). Tapi mungkin karena tadi saya kebetulan
ada keperluan, jadi saya mohon maaf kalau bapak itu sebelumnya merasa agak
diabaikan. Saya terus berbicara sambil mensetting baik suara maupun ekspresi
muka saya agar tetap ringan dan ramah. Saat itu saya hanya memikirkan jangan
sampai dia jadi men-cap jelek company kami. Satu masalah lagi yang saya temui
belakangan, ternyata bapak itu pun kurang paham mengenai harus mencolokkan
kabel kemana, untuk mengetes produk yang dia beli tersebut. Saya pun panik;
karena saya juga tidak tahu apa-apa mengenai hal itu. Saat itu saya mencoba
mencairkan suasana dengan bercanda, “Wah, kayanya kita punya masalah besar nih,
Pak.” Dan kali ini bapak itu mulai sedikit mengendurkan mukanya, tidak
sekencang seperti tadi.
Sesampai di booth,
masih dengan kebingungan saya mencoba bertanya lagi pada bapak itu, jika dia
melihat sales yang kemarin melayaninya. Walau awalnya dia bilang dia sudah lupa
–waktu saya tanyakan hal ini di perjalanan tadi-, namun akhirnya bapak itu
berhasil mengenali sales yang dimaksud. Segera kami menghampiri sales itu,
kemudian saya menyerahkan produk kepada sales dealer sambil menjelaskan maksud
bapak customer itu, agar di follow up kebutuhannya. Setelah itu, saya bersiap
meninggalkan tempat sambil saya berpamitan pada si bapak customer. Terus terang
saya merasa lega sekali bisa lepas dari bapak itu sebentar lagi, karena sekalipun
saya berhasil mengatasi tidak membuat dia lebih marah, tapi dalam hati saya
merasakan kekesalan yang amat sangat luar biasa.
Namun sesaat sebelum saya melangkah, bapak itu kemudian mengambil tangan saya
dan menyalami saya sambil mengucapkan terima kasih untuk bantuan saya. Raut
mukanya juga sudah sangat ramah. Dalam beberapa detik selama dia bicara, banyak
hal berkecamuk di pikiran saya. Terakhir bapak itu berkata, “Cool yah, mbak…!”
sambil menepuk pundak saya. Saya tersenyum. Tidak perlu diucapkan, namun saya
merasa pasti bahwa bapak itu sebetulnya meminta maaf untuk kekasarannya kepada
saya dari tadi. Dan ajaibnya, rasa kesal saya yang dari tadi sudah menumpuk pun
hilang seketika.
Pada malam hari setelah selesai seluruh acara, saya menceritakan kejadian
tersebut kepada teman-teman saya, dan saya jadi sungguh-sungguh menyadari
bahwa permohonan maaf yang tulus -entah melalui perkataan ataupun perbuatan-,
memang mampu menghapus kemarahan yang bertumpuk. Saya pun merasa senang dengan
kemampuan saya mengendalikan emosi hingga berhasil untuk tetap melayani
bapak itu dengan ramah, yang membuat dia merasa puas dengan pelayanan saya.
Sehingga akhirnya semua bisa berjalan dengan baik.
22-02-2007